Tulisan ini
terdiri dari empat tulisan yang pertama berisikan uraian singkat tentang
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), kedua tentang Implementasi PPK di
dalam pembelajaran, ketiga implementasi PPK di sekolah, dan yang keempat implementasi PPK di masyarakat. Pada tulisan pertama ini berisikan pendahuluan tentang PPK, lima
karakter utama yang akan dikembangkan dalam gerakan PPK, prinsip-prinsip gerakan
PPK, dan fokus gerakan PPK.
Pendahuluan
Pendidikan kita
saat ini masih belum memandang siswa sebagai manusia yang utuh, karena
pendidikan kita lebih cenderung menghargai kecerdasan akademik. Hal ini tidak
dapat kita pungkiri dengan masih adanya sekolah-sekolah di daerah akan merasa
bangga bila siswanya mendapat peringkat 10 besar untuk nilai Ujian Nasional
baik tingkat kabupaten/kota maupun tingkat provinsi, namun untuk tingkat
nasional sudah mulai tidak menjadi tolak ukur utama untuk keberhasilan siswa
atau sekolah. Pada hal kita tahu bahwasanya siswa kita nanti di dalam
kehidupannya kelak lebih membutuhkan karakter dibandingkan dengan kemampuan
akademik.
Lebih dari
itu, pendidikan kita sesungguhnya melewatkan atau mengabaikan beberapa dimensi penting
dalam pendidikan, yaitu olah raga (kinestetik), olah
rasa (seni) dan olah hati (etik dan spiritual)
(Effendy, 2016). Apa yang selama ini kita lakukan baru sebatas olah pikir yang menumbuhkan
kecerdasan akademis. Olah pikir ini pun belum mendalam sampai kepada
pengembangan berpikir tingkat tinggi, melainkan baru pada
pengembangan olah pikir tingkat rendah. Persoalan ini perlu diatasi dengan
sinergi berkelanjutan antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat
melalui penguatan pendidikan karakter untuk mewujudkan Indonesia yang
bermartabat, berbudaya, dan berkarakter.
Gerakan
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai pengejawantahan Gerakan Nasional Revolusi
Mental sekaligus bagian integral Nawacita, menempatkan pendidikan karakter
sebagai dimensi terdalam atau inti pendidikan nasional sehingga pendidikan
karakter menjadi poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut,
Gerakan PPK perlu mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan
sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang
sudah dilaksanakan sampai sekarang. Dalam hubungan ini pengintegrasian
dapat berupa pemaduan kegiatan kelas, luar kelas di sekolah, dan
luar sekolah (masyarakat/komunitas); pemaduan kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler; pelibatan secara serempak warga sekolah,
keluarga, dan masyarakat; perdalaman dan perluasan dapat berupa
penambahan dan pengintensifan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada
pengembangan karakter siswa, penambahan dan pemajanan kegiatan belajar siswa,
dan pengaturan ulang waktu belajar siswa di sekolah atau luar sekolah; kemudian
penyelerasan dapat berupa penyesuaian tugas pokok guru, Manajemen
Berbasis Sekolah, dan fungsi Komite Sekolah dengan kebutuhan Gerakan PPK. Baik
pada masa sekarang maupun masa akan datang, pengintegrasian, pendalaman,
perluasan, dan penyelarasan program dan kegiatan pendidikan karakter tersebut
perlu diabdikan untuk mewujudkan revolusi mental atau revolusi karakter bangsa.
Dengan demikian, Gerakan PPK merupakan jalan perwujudan Nawacita dan Gerakan
Revolusi Mental di samping menjadi inti kegiatan pendidikan yang berujung pada
terciptanya revolusi karakter bangsa.
Lima Karakter
Utama
Ada lima
nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk jejaring nilai yang perlu
dikembangkan sebagai prioritas Gerakan PPK. Kelima nilai utama karakter bangsa
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Religius
Nilai karakter religius
mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam
perilaku melaksanakan ajaran agama dan
kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan
damai dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga
dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan
sesama, dan individu dengan alam semesta (lingkungan). Nilai karakter religius
ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan.
Subnilai religius antara lain
cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh
pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan,
antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak,
mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
2.
Nasionalis
Nilai karakter nasionalis
merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
dan politik bangsa,
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
Subnilai nasionalis antara lain
apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa,rela berkorban,
unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,taat hukum,
disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,dan agama.
3.
Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap
dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga,
pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita.
Subnilai mandiri antara lain
etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya juang, profesional, kreatif,
keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
4.
Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong
mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu
menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang
yang membutuhkan.
Subnilai gotong royong antara lain
menghargai, kerja sama, inklusif,
komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, solidaritas,
empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.
5.
Integritas
Nilai karakter integritas
merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan
moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab
sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui
konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran.
Subnilai integritas antara lain
kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan,
tanggungjawab, keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama
penyandang disabilitas).
Kelima nilai
utama karakter bukanlah nilai yang berdiri dan berkembang sendiri-sendiri
melainkan nilai yang berinteraksi satu sama lain, yang berkembang
secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi. Dari nilai
utama manapun pendidikan karakter dimulai, individu dan sekolah pertlu
mengembangkan nilai-nilai utama lainnya baik secarakontekstual maupun
universal.
Nilai
religius sebagai cerminan dari iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
diwujudkan secara utuh dalam bentuk ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan
masing-masing dan dalam bentuk kehidupan antarmanusia sebagai kelompok,
masyarakat, maupun bangsa. Dalam kehidupan sebagai masyarakat dan bangsa
nilainilai religius dimaksud melandasi dan melebur di dalam nilai-nilai utama nasionalisme,
kemandirian, gotong royong, dan integritas. Demikian pula jika nilai utama
nasionalis dipakai sebagai titik awal penanaman nilai-nilai karakter, nilai ini harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai keimanan
dan ketakwaan yang tumbuh bersama nilai-nilai lainnya.
Prinsip-Prinsip
Pengembangan dan Implementasi PPK
Gerakan
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dikembangkan dan dilaksanakan dengan
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Prinsip 1 –
Nilai-nilai Moral Universal
Gerakan PPK
berfokus pada penguatan nilai-nilai moral universal yang prinsip-prinsipnya
dapat didukung oleh segenap individu dari berbagai macam latar belakang agama,
keyakinan, kepercayaan, sosial, dan budaya.
Prinsip 2 –
Holistik
Gerakan PPK
dilaksanakan secara holistik, dalam arti pengembangan fisik (olah raga),
intelektual (olah pikir), estetika (olah rasa), etika dan spiritual (olah hati)
dilakukan secara utuh-menyeluruh dan serentak, baik melalui proses pembelajaran
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, berbasis pada pengembangan
budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar
lingkungan pendidikan.
Prinsip 3 –
Terintegrasi
Gerakan PPK
sebagai poros pelaksanaan pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan dan dilaksanakan dengan memadukan, menghubungkan, dan
mengutuhkan berbagai elemen pendidikan, bukan merupakan program tempelan dan tambahan
dalam proses pelaksanaan pendidikan.
Prinsip 4 –
Partisipatif
Gerakan PPK
dilakukan dengan mengikutsertakan dan melibatkan publik seluas-luasnya sebagai
pemangku kepentingan pendidikan sebagai pelaksana Gerakan PPK. Kepala sekolah,
pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, dan pihak-pihak lain yang
terkait dapat menyepakati prioritas nilai-nilai utama karakter dan kekhasan
sekolah yang diperjuangkan dalam Gerakan PPK, menyepakati bentuk dan strategi
pelaksanaan Gerakan PPK, bahkan pembiayaan Gerakan PPK.
Prinsip 5 –
Kearifan Lokal
Gerakan PPK
bertumpu dan responsif pada kearifan lokal nusantara yang demikian beragam dan
majemuk agar kontekstual dan membumi. Gerakan PPK harus bisa mengembangkan dan
memperkuat kearifan lokal nusantara agar dapat berkembang dan berdaulat
sehingga dapat memberi indentitas dan jati diri peserta didik sebagai bangsa
Indonesia.
Prinsip 6 –
Kecakapan Abad XXI
Gerakan PPK
mengembangkan kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk
hidup pada abad XXI, antara lain kecakapan berpikir kritis (critical
thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan
berkomunikasi (communication skill), termasuk penguasaan bahasa
internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran (collaborative
learning).
Prinsip 7 –
Adil dan Inklusif
Gerakan PPK
dikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan, non-diskriminasi,
non-sektarian, menghargai kebinekaan dan perbedaan (inklusif), dan menjunjung
harkat dan martabat manusia.
Prinsip 8 -
Selaras dengan PerkembanganPeserta Didik
Gerakan PPK
dikembangkan dan dilaksanakan selaras dengan perkembangan peserta didik baik
perkembangan biologis, psikologis, maupun sosial, agar tingkat kecocokan dan
keberterimaannya tinggi dan maksimal. Dalam hubungan ini kebutuhan-kebutuhan
perkembangan peserta didik perlu memperoleh perhatian intensif.
Prinsip 9 –
Terukur
Gerakan PPK
dikembangkan dan dilaksanakan berlandaskan prinsip keterukuran agar dapat
dimati dan diketahui proses dan hasilnya secara objektif. Dalam hubungan ini
komunitas sekolah mendeskripsikan nilai-nilai utama karakter yang menjadi
prioritas pengembangan di sekolah dalam sebuah sikap dan perilaku yang dapat
diamati dan diukur secara objektif; mengembangkan program-program penguatan
nilai-nilai karakter bangsa yang mungkin dilaksanakan dan dicapai oleh sekolah;
dan mengerahkan sumber daya yang dapat disediakan oleh sekolah dan pemangku
kepentingan pendidikan.
Fokus
Gerakan PPK
Pertama, Struktur
Program, antara lain jenjang dan
kelas, ekosistem sekolah, penguatan kapasitas guru. Struktur program
meliputi jenjang dan kelas (SD kelas I-VI; SMP kelas VII-IX).Pelaksanaan
Gerakan PPK pada tiap jenjang melibatkan dan memanfaatkan ekosistem pendidikan
yang ada di lingkungan sekolah. Pemanfaatan dan pelibatan ekosistem pendidikan
memperkuat dimensi lokal kontekstual pendidikan di daerah, sehingga Gerakan PPK
tidak terlepas dari nilai-nilai karakter yang tumbuh dan berkembang pada ekosistem
pendidikan yang sudah ada. Berbagai pemangku kepentingan yang ada pada
ekosistem pendidikan tersebut ikut serta dan bersamasama bertanggungjawab dan
bersinergi untuk memperkuat pembentukan karakter sebagai modal dasar untuk mewujudkan
warga masyarakat yang lebih berbudaya dan memiliki jati diri bangsa di masa
mendatang.
Pelaku kunci
dalam Gerakan PPK adalah kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, komite
sekolah, dan pemangku kepentingan lain yang relevan dalam pengembangan PPK.
Masing-masing pihak perlu memahami tugas dan fungsinya dalam rangka
keberhasilan pelaksanaan program PPK. Lebih dari itu, kehadiran orang dewasa di
lingkungan pendidikan adalah sebagai guru, yaitu mereka yang digugu (diikuti)
dan ditiru (diteladani) oleh para siswa.
Ini berlaku bagi siapapun yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.
Kedua, Struktur Kurikulum, antara lain kegiatan pembentukan karakter
yang terintegrasi dalam pembelajaran (intrakurikuler), kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Gerakan
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) tidak mengubah kurikulum yang sudah ada, melainkan optimalisasi
kurikulum pada satuan pendidikan. Gerakan PPK perlu dilaksanakan di satuan
pendidikan melalui berbagai cara sesuai dengan kerangka kurikulum yaitu alokasi
waktu minimal yang ditetapkan dalam Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, dan
kegiatan ekstrakurikuler yang dikelola oleh satuan pendidikan sesuai dengan
peminatan dan karakteristik peserta didik, kearifan lokal, daya dukung, dan
kebijaksanaan satuan pendidikan masing-masing.
Pelaksanaan
Gerakan PPK disesuaikan dengan kurikulum pada satuan pendidikan masing-masing
dan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1.
Mengintegrasikan pada mata pelajaran yang ada di dalam struktur kurikulum
dan mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) melalui kegiatan intrakurikuler dan
kokurikuler. Sebagai kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler, setiap guru
menyusun dokumen perencanaan pembelajaran berupa Silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai mata pelajarannya masing-masing. Nilai-nilai
utama PPK diintegrasikan ke dalam mata pelajaran sesuai topik
utama nilai PPK yang akan dikembangkan/dikuatkan pada sesi pembelajaran
tersebut dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran masing-masing.
Misalnya,mata pelajaran IPA untuk SMP mengintegrasikan nilai nasionalisme
dengan mendukung konservasi energi pada materi tentang energi.
Kegiatan kokurikuler dapat berupa penugasan , proyek, ataupun
kegiatan pembelajaran lainnya yang berhubungan dengan materi intrakurikuler
yang diselesaikan peserta didik.
2.
Mengimplementasikan PPK melalui kegiatan
ekstrakurikuler yang ditetapkan oleh satuan pendidikan. Pada kegiatan
ekstrakurikuler, satuan pendidikan melakukan penguatan kembali nilai-nilai
karakter melalui berbagai kegiatan. Kegiatan ekskul dapat dilakukan melalui kolaborasi
dengan masyarakat dan pihak lain/lembaga yang relevan, seperti PMI, Dinas
Kelautan dan Perikanan, Dinas Perdagangan, museum, rumah budaya, dan
lain-lain, sesuai dengan kebutuhan dan
kreativitas satuan pendidikan.
3.
Kegiatan pembiasaan melalui budaya sekolah dibentuk dalam proses kegiatan
rutin, spontan, pengkondisian, dan keteladanan warga sekolah. Kegiatan-kegiatan
dilakukan di luar jam pembelajaran untuk memperkuat pembentukan karakter sesuai
dengan situasi, kondisi, ketersediaan sarana dan prasarana di setiap satuan
pendidikan.
Ketiga, Struktur
Kegiatan, antara lain berbagai
program dan kegiatan yang mampu mensinergikan empat dimensi pengolahan karakter
dari Ki Hadjar Dewantara (olah raga, olah pikir, olah rasa, dan olah hati).
Struktur
kegiatan PPK merupakan pilihan berbagai macam kegiatan bagi pembentukan
karakter peserta didik yang menyeimbangkan keempat dimensi pengolahan
pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara, yaitu olah raga, olah pikir, olah rasa
dan olah hati. Sekolah bisa memilih struktur kegiatan yang akan mendorong
terbentuknya keunikan, kekhasan, dan keunggulan sekolah (school
branding). Pilihan prioritas kegiatan PPK diharapkan dapat mendorong
sekolah menemukan branding yang menggambarkan kekhasan dan keragaman budaya
masing-masing.
Kegiatan-kegiatan
yang mendukung terbentuknya branding sekolah antara lain: kegiatan
akademik, non-akademik seperti olahraga, kegiatan ekstrakurikuler, pemanfaatan
perpustakaan (mengatur jadwal berkunjung, mengikuti lomba perpustakaan, dan
pemberian penghargaan kepada siswa dan guru yang secara rutin hadir di
perpustakaan), dan pemanfaatan potensi lingkungan, seperti sanggar seni dan museum.
0 Response to "Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) "
Post a Comment